
”Memang sekarang lebih ramai, ketimbang dulu.Apalagi sekarang ini anak-anak sekolah oleh gurunya sering diajak berkunjung ke sini(museum Trinil,Red). Kalau hari-hari biasa ini saja pengunjung mencapai puluhan orang,”terang Sujono salah seorang pemandu kepada koran ini.
Dikatakan,daya tarik tempat tersebut adanya penambahan beberapa fasilitas mainan anak-anak. Sejak pembangunan wahana rekreasi keluarga itu, pengunjung sekitar lebih suka menghabiskan waktu liburannya di kawasan wisata tersebut.”Tarifnya pun murah. Untuk anak-anak hanya Rp 500 per anak. Sedangkan, orang dewasa cukup seribu rupiah saja,”katanya.
Museum Trinil merupakan museum khusus yang dimiliki Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala(BP3)Trowulan Mojokerto. Di lokasi seluas tiga hektare itu tersimpan fosil manusia dan binatang purba yang hidup jutaan tahun silam.Salah satunya fosil Pithecantropus Erectus yang ditemukan Eugene Dubois pada 1891 lalu.’ Dan yang juga terkenal gading gajah yang panjangnya mencapai empat meter. Atau dalam bahasa latinnya Stegodon Trigenochepalus Ivory,”tuturnya.
Nanda Gita Pratama,salah seorang pengunjung mengaku senang dengan pajangan fosil-fosil purba itu. Salah satu baginya yang menarik adalah tanduk kerbau purba yang panjangnya dua meter. Yang dalam bahasa latin dinamakan Bubalus Palaeo Kerabau Horn.’ ‘Yang itu (fosil tanduk kerbau,Red) yang sangat unik dan menarik,”ucap bocah yang duduk di bangku sekolah dasar tersebut.

Pada tahun 1891 Eugène Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa yaitu spesimen manusia Jawa. Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus serta fosil hewan dan tumbuhan purba lain.
Saat ini Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektar, dimana koleksinya di antaranya fosil tengkorak Pithecantrophus erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon trigonocephalus), dan fosil tanduk banteng purba (Bibos palaeosondaicus). Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob ahli antropologi dari Universitas Gadjah Mada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar